Daftar Blog Saya

Sabtu, 02 Mei 2015

cerpen misteri, mystery short story, mystery fiction






Cerpen 
Tgl 9 oktober 2013

Sahabat dari Dunia Lain (1)

            Sahabatku, Kinandari namanya, wanita dari dunia lain. Teman bicara, kawan diskusi, yang  gemar datang  di larut malam, terutama saat purnama raya  tengah benderang. Ia datang membawa  berbagai topik pembicaraan, mulai dari masalah sosial, ekonomi, budaya , seni , sejarah, sampai ke urusan teknologi masa kini. Aneh bin ajaib memang. Tapi begitulah kenyataannya.

            Sahabat satu  ini, kerap menyodorkan  ide-ide  segar, sekaligus mengilhami   karya-karyaku. Sehingga sebagai penyair, hampir kebanyakan puisi karyaku, dan fiksi yang kubuat, sebenarnya  selalu berdasarkan ceritku dengan sahabatku ini.


Kinandari, ada kesamaannya dengan manusia. Ia kadang gembira, kadang sedih. Layaknya seorang sahabat, kerap  berbagi suasana hati denganku. Adakalanya ia  tergelak tawa riang, senyum bahagia, lain ketika  terisak sendu di hadapanku. Sangat manusiawi, meski ia bukan manusia.

            Aku tak pernah bisa menyentuhnya, atau  menggenggam jemarinya. Sosoknya  lebih menyerupai  sebentuk bayangan , atau segumpal awan yang  berubah wujud menjadi bayangan  mirip manusia. Kehadirannya juga menebar  wangi bunga. Jika kusamakan dengan  film-film horor,  pantasnya  serupa dengan sosok hantu. Bedanya, wajahnya tidak mengerikan, matanya teduh dan sayup, senyumnya tidak menyeringai, penuh kedamaian.

            Selalu kehadirannya mengejutkanku, kadang tiba-tiba ia sudah duduk di sampingku saat aku  di pejalanan. Bisa jadi kala aku sedang menikmati sarapan dan makan malam di sebuah café ia menyapaku. Atau  saat aku tengah duduk melepas pandang di bingkai jendela  hotel tempat berwisata. Ia bisa datang di waktu berbeda , di tempat berbeda. Tapi waktu yang paling sering ia  muncul adalah di tengah malam, saat purnama raya menerangi malam.

Ia mengajakku berdiskusi , bertukar pikiran soal  kehidupan. Ia mengkritisi maraknya kepalsuan dan  manusia yang semakin  kehilangan nurani. Katanya, manusia semakin tidak manusiawi, lebih condong berhati serigala. 

Lain ketika ia katakan,  manusia senang  memakai topeng demi mengejar kesenangan dunia semata, dan tak peduli lagi walau harus mengorbankan manusia lainnya. Mereka berfoya-foya di atas kemiskinan dan penderitaan orang lain. Herannya, yang tidak baik malah sering disanjung dan berbondong-bondong mendapat dukungan. Manusia juga  kadang seolah  tampak tidak baik, dan orang sekitarnya menciptakan kesan seolah ia tidak baik, tapi sesungguhnya justru dialah orang baik.

Kegusarannya juga semakin tampak ketika ia bicara soal rivalitas  yang tidak sehat,  persaingan yang tidak fair, penilaian yang tidak objektif di segala bidang. Bahkan sumber daya manusia yang semakin  tidak terasah dengan baik.

“Tapi saya lebih aneh lagi, ternyata manusia ada juga ya  yang tinggal di negeri lain, namanya negeri   MINTA-MINTA”

“Banyak manusia mengatakan terpaksa mengemis karena susah cari kerja, tapi ketika ditawari pekerjaan, malah tak memiliki kemampuan apapun. Bahkan niat untuk bekerjapun tidak. Maunya pilih pekerjaan yang enak, nyantai, tapi gajinya besar. Gengsi dan tak mau kerja kasar.  Ada yang mengatakan saya tak punya uang untuk sekolah, tapi ketika disekolahkan gratis, tidak serius….malas belajar, malas berpikir, dan rendah daya juang…… Ada yang sudah diberi kerja, tapi tidak kerja dengan disiplin dan sungguh-sungguh, kerja asal-asalan saja….. ”

“Manusia di negeri MINTA-MINTA juga aneh, katanya tak punya uang buat makan, tapi buat beli pakaian mahal  kok bisa ya?”

“Di negeri MINTA-MINTA yang suka menadahkan telapak tangan bukan hanya orang miskin, tapi orang kaya juga. ……Minta fee, minta komisi, minta uang dengar, minta uang suap, minta uang terimakasih…….”

“Pssssst, sahabatku…..stop… stop… Berhenti menyindir bangsa manusia….  kadang kamu kelihatan begitu pemarah……, kadang kamu bijak, kadang kamu  seperti sifat manusia, ceria, labil,….hanya saja kalau sedang menggebu-gebu  seperti itu aku  suka  cemas…..  ” aku meredakan ucapannya yang terkadang jadi terlalu lebai. Sepertinya ia begitu gundah dengan segala ketidak adilan di alam manusia.

Jangan dihentikan pembicaraanku. Aku masih punya cerita, manusia dari  negeri  INJAK-INJAK. Sejumlah manusia lain , suka mencari popularitas dan keberuntungan dengan memeras dan memperalat orang lain, juga menunggangi orang lainnya. …. Mencuri ide dan gagasan orang, diakui sebagai karya sendiri, haus pujian dan popularitas. Atau  menggaji pegawai dengan upah sekecil mungkin sambil  menguras tenaganya semaksimal mungkin…….”

“Lebih parah lagi negeri BABAD TANAH DAN  AIR, yang  tanah suburnya digunduli, disulap jadi  belantara beton, ….tanahnya  keropos dan amblas lantaran   disedot habis-habisan  air tanah dan  minyak buminya, manusia begitu rakus mengeksploitasi alam. , membabad dan membakar hutan, mengeruk mineral, mencemari sungai dan laut…….”

“Stop stop…… Kinandari,  ,  berhenti terus menyindir  kami manusia..    Tidak ada yang namanya negeri MINTA-MINTA  atau negeri INJAK-INJAK….. tak ada negeri BABAD TANAH DAN AIR …… “
Betul , itu memang sindiranku saja…..Gusar aku  dengan ketidak adilan…. “ Kinandari menggerutu.

“Lho, hantu cantik, ketidak adilan itu di dunia manusia, kenapa harus kamu yang pusing?” aku  bertanya.

Dari dulu aku sudah bilang aku ini manusia…. Sudah pasti aku  merasa galau dengan kondisi akhir zaman yang  antara kebenaran dan kebatilan  semakin samar… Sudah pasti aku tak nyaman… Rasanya aku ingin  bangkit menegakkan kebenaran… Tapi apa artinya aku, hanya seorang gadis  , belia, belasan tahun…… bukan siapa-siapa… tak punya apa-apa……   Manusia kebanyakan….,” kembali ia menggerutu.

Aku  tertawa geli. Sangat geli, inginnya terpingkal.  Tapi kutahan. Takut sahabat gaibku tersinggung, karena wajahnya memang sedang tidak  nyaman. Kalau ia tersinggung, aku takut ia tak mau datang lagi  menjadi sahabat jiwaku. Tapi harus kuberanikan diri mengingatkannya.

“Kinan, maaf..maaaaf sekali lagi. Aku hanya ingin  menyadarkanmu, sesekali kamu  keras kepala hantu cantik. Jelas-jelas kamu bukan manusia, kamu tidak punya jasad seperti kami yang bisa disentuh. Kamu tak perlu makan, minum, ….. Kamu hanya sebentuk roh , yang melayang ke sana kemari, bisa  muncul dimana saja, kapan saja, terutama di  tengah malam…. Saat bulan purnama….”  , aku mengingatkannya.

Sejak lama aku kan sudah bilang, aku ini manusia…Sekali lagi, camkan, aku bukan  hantu , bukan juga sosok gaib , AKU MANUSIA.  Selama ini kamu suka membakar dupa, menyiapkan sesaji bunga putih yang wangi, kamu bilang untuk menghormatiku…  Aku tak perlu sesajen  seperti itu. Rasanya gerah ketika orang menyebut-nyebut aku sebagai  sosok dewi dari alam lain, atau cerita-cerita yang tak masuk akal….Karena aku manusia biasa……, kamu sahabatku…. Ketika orang lain berlebihan menilaiku, menjadikan penampakanku sebagai bahan mitos yang tak jelas, dilebih-lebihkan, justru aku berharap sahabatkulah yang mengerti…. Aku ingin sebagai sahabat, kamu meluruskan , bawa aku bukan  mahluk dari dunia lain, tapi manusia biasa….” Kinandari masih berkeras.

“Baik , baiklah,  Kinandari,  penampakanmu ini juga tidak masuk akal, aku hanya ingin kamu sadar Kinan, bisa jadi dulunya  kamu manusia, tapi sekarang bukan lagi…..”

Kenapa kamu tak pernah mau percaya kepadaku? Kalau begitu , selamat tinggal sahabatku. Suatu saat  nanti kamu akan berubah pendapat, dan menghentikan sesajen-sesajen  yang tak perlu ini, dan kamu dengan  leluasa akan mengatakan, bahwa Kinandari itu manusia biasa…..”

“Tunggu Kinan, kamu marah ya? Dulu , puluhan tahun silam, waktu waktu penampakan pertamamu di kediamanku, di usiaku masih 11 tahun. Usiaku  masih kanak-kanak, kamu  bilang aku bakalan menjadi penyair . Kamu minta aku menulis puisi tentangmu….. Maka lahirlah puluhan puisi yang terinspirasi persahabatan kita, syair yang aku tulis… begitu banyak  kamu mengilhami karya-karyaku…Aku yakin, kamu  mahluk dari dunia lain yang tersesat ke alam manusia…. dan amnesia…. Menyangka  bahwa kamu adalah manusia, karena kamu terobsesi alam manusia……”

Susah aku menjelaskan… Kamu tak percaya kalau aku manusia, karena wujudku seperti segumpal awan, kabut, dan bayang-bayang. Karena aku  datang di usiamu 11 tahun, lalu berlanjut , hingga usiamu 20tahun, 30 tahun dan selanjutnya. Aku beberapa kali minta kau buatkan syair tentang diriku, kau membuatnya, lalu buku kumpulan puisi itu  meledak di pasaran…. Lalu kamu berpikir aku adalah mahluk gaib pembawa hokie…. Tapi aku ingin berkata, aku ini  manusia…. manusia biasa ……,” ucapannya penuh keyakinan.


“Kinandari, kasihan kamu sahabatku…. Sadarlah, siapa kamu. Aku punya teman paranormal, yang mengatakan kamu titisan  Dewi Bulan, atau putri raja  purbakala yang sudah tiada, dan bukan manusia. Seorang familiku yang indigo juga mengatakan, kamu hantu yang terjebak di alam manusia….. Manusia biasa tidak mungkin terus muda umurnya, sejak aku usia 11 tahun  menyaksikan penampakan pertamamu. Dan sampai hari ini kamu tidak berubah wujud, masih gadis belasan tahun. Aku beranjak remaja dan dewasa, tapi kamu tidak…. Aku bisa melihat kamu, orang lain tidak….. Sadarlah Kinandari…..”



Untuk  ke sekian kalinya , jujur saja, aku ini manusia.  Tak apa kalau kamu tak pernah percaya. By the way, terimakasih untuk persahabatan  kita selama belasan tahun, terimakasih untuk syair-syair indahmu….. Tahukah kamu,  aku tak pernah absen membeli dan mengkoleksi semua kumpulan syairmu…. , dan tolong buatkan syair lagi untukku, bahwa kau sudi mengakui… aku ini manusia…,” Kinandari  menutup pembicaraan.

Aku melihat kesenduan di sorot matanya, kecewa. Tapi aku  tak bisa mengamini ‘kebodohan’ Kinandari yang berkeras kepala, tak mau mengakui bahwa ia  mahluk halus dari  dunia lain..

***

Semenjak perdebatan itu, Kinandari lenyap ditelan waktu. Aku merasa sangat kehilangan, nelangsa , sedih, dan menyesal. Tahun-tahun yang suram, Kehilangan sahabat dari dunia lain, yang tersinggung karena ogah  disebut  mahluk halus, inginnya disebut manusia biasa.

Tapi aku tetap menulis  puluhan puisi, dimana saat menulisnya aku selalu terkenang  Kinandari. 

Tak seorangpun tahu,  dalam setiap permainan kata, aku tak bisa  menghapus Kinandari dalam menulisnya.

Sampai  di suatu senja yang  suram,  aku  dikejutkan oleh sepasang manusia yang  datang untuk  santap  malam menghampiri  meja cafetaria pada satu penginapan. 

Kebetulan aku duduk di meja sebelahnya. Wanita muda  tersebut  begitu mirip dengan Kinandari. Hanya sedikit lebih tua mungkin.

Jantungku berdegup semakin kencang ketika lelaki di sampingnya itu memanggil dia  dengan panggilan “Kinan”. Dan semakin  berguncang  nafasku mendengar kata-kata seorang pelayan mengantarkan  bingkisan kepada  wanita itu.“Mbak  Kinandari, ini ada  titipan dari tamu yang datang kemarin……… dari Ibu Desi..,” ujar pelayan tersebut.

Betulkah  dia jelmaan mahluk halus sahabatku, menjadi manusia?

“Terimakasih…” wanita yang disebut sebagai Kinandari itu menerima benda dari  pelayan tersebut. Mengembangkan  sebentuk senyum.

Lembayung senja semakin  merah. 



L
Ketika lelaki itu beranjak meninggalkan wanita tersebut, mataku   masih berupaya mencuri pandang. Ia tengah memeriksa isi bingkisan yang baru diterimanya.

Tak lama kemudian wanita itu mengemasi barang-barangnya  melangkah ke arah lobby penginapan. Ia berjalan perlahan, tiba-tiba terhenti langkahnya dan berbalik arah, berpaling kepadaku.  Wanita itu mendekatiku, dan  tersenyum tipis

Nirlambang, anda penyair bukan? Saya suka dengan puisi-puisi  anda. “ suara itu, suara  yang tidak asing lagi. Suara mahluk halus sahabatku.

“Kinandari….? Kamu Kinandari? Betulkah?“

BetulSaya memang Kinandari, dan   saya juga  manusia. Manusia biasa…. Ada  cerita yang ingin saya sampaikan, kali ini saya tidak akan mengkritik kehidupan, tidak lagi mengkritisi keadaan dan lingkungan…. Saya ingin  anda tahu, bahwa ternyata, yang pertama harus saya kritik dan perbaiki…adalah diri saya sendiri dulu.

Memperbaiki kehidupan sangat mustahil  tanpa memulai dengan membenahi moral sikap dan perilaku diri  saya sendiri…..  Terimakasih sudah mau mendengarku…..selamat tinggal penyair yang baik hati…..,”ia berpamitan. Menjauh, berjalan ke arah lobby, menuju lapangan parkir, pergi bersama lelaki muda tadi.

Sejenak kugaruk kepalaku,  memijat keningku, mencubit lenganku…Bukan, ini bukan mimpi . Ini jelas kenyataan, Kinandari baru saja menyapaku dan pergi……….. Sahabatku dari dunia lain… Dan aku sudah kehilangan dia, karena aku tak pernah mau mendengar  dan percaya kepadanya..

 Aku tidak bermimpi, karena Kinandari memang manusia biasa adanya. Begitu nyatanya, meski  sangat membingungkan,  pertanyaan yang tak pernah terjawab sampai kapanpun…… (1982-2013)
           




Cerpen:
Sahabatku Dari Dunia Lain (2)
Pengakuan Kinandari


            Cerita Sahabatku dari Dunia Lain (1):

            Penampakan bayangan seorang wanita bernama Kinandari terjadi saat  tokoh aku (Nirlambang)  berusia 11 tahun, dan berulang terus saat ia sudah remaja, bahkan dewasa. Sahabat wanita dalam penampakan tadi  tidak ingin disebut sebagai mahluk halus, dan selalu ingin diakui sebagai manusia. Sampai suatu ketika , Nirlambang dikejutkan oleh sesosok manusia bernama Kinandari. Manusia   biasa. Tidak berwujud segumpal  awan, atau sebentuk bayangan. Tapi  manusia sungguhan.

            Kinandari yang kutemukan pada hari ini adalah manusia sejati.  Bagaikan terjaga dari alam mimpi,  wanita itu akhirnya duduk di hadapanku. Ia  bersedia membuat janji.  Untuk menjawab semua misteri  yang ia  toreh dalam kehidupanku. Betapa tidak, selama puluhan tahun aku memiliki keyakinan bersahabat dengan sejenis peri dalam dongengan.  Bahkan aku lebih suka menyebutnya  sebagai bidadari  dalam impian. Karena dalam setiap pertemuan kami dulu, saat kami  berbincang-bincang, aku merasa ada di antara  sadar dan alam mimpi.  Perbatasan dua alam yang sulit  kumengerti.

            Dengan mengenakan gaun batik , warna merah muda keunguan, ia tampak mengesankan. Gerak-geriknya  penuh kerendahan hati, dan senyum  tulus penuh penghormatan. Kembali aku meyakinkan diri,  bahwa aku tidak sedang bermimpi.




            Aku bisa merasakan matahari pagi dari balik mendung, dan semilir angin sepoi-sepoi menyapu  wajahku. Harum daun mangkokan dan  bunga-bunga ilalang terhirup sampai nafas terdalam. Tak ada harum bunga melati seperti biasanya dulu Kinandari  datang di tengah malam saat purnama raya  menerangi  sunyi.

            Suaranya sangat jelas menyerupai suara Kinandari yang selama ini aku kenal. Yang biasa hadir dalam sebentuk bayang yang selalu didahului  keharuman bunga melati. Hanya saja wajahnya jauh lebih dewasa, kalau aku boleh katakan lebih menua. Aku bisa melihat sepasang mata bijak,  dari balik kacamatanya.

            Kami sempat terkesima, membisu. Angin kencang dan mendung menjelang gerimis pagi  di bulan Januari. Duduk di selasar  bungalow  pegunungan.

            “Rasanya seperti mimpi. Kinandari,  ternyata kamu betul-betul manusia sejati…… Bagaimana bisa? Selama ini kamu menjadi bahan pembicaraan  rekan paranormalku. Mereka berkeras bahwa  kamu adalah sosok  dunia lain yang menjadi  buah bibir dan cerita turun temurun…. ,” aku kembali  menggelengkan kepala.
            “Mungkin, yang menjadi buah bibir rekan paranormalmu bukan aku, ada sosok lain yang  datang dari dunia lain sungguhan, tapi bukan aku. Dan dia sama-sama wanita seperti aku, tapi bukan aku. Aku adalah aku,  manusia sejati. “ Kinandari menggelengkan kepala. 

            “Lalu, yang ada dalam lukisan milik ayahku, kata ayah itu adalah Kinandari  juga. Kata ayah, kamu juga berteman dengan beberapa tokoh lainnya?” aku masih penasaran.


            “Bisa ya bisa tidak.  Kalau dengan ayahmu, memang aku suka berdialog panjang lebar…..  Tak seorangpun di muka bumi ini tahu, juga tentang pertemuan kita ini. Karena  pertemuan dan persahabatan kita ini tak masuk akal dan logika. Kalau kamu atau aku menceritakannya kepada orang lain,  dijamin kita berdua akan dianggap gila…… Itu sebabnya aku tak ingin menceritakan kepada siapapun …. Hanya kita berdua,” wajah Kinandari mulai menampakkan kecemasan.

            “Lalu bagaimana semua itu bisa terjadi? Dan apa alasanmu untuk datang menemuiku dalam wujud manusia ?” aku masih galau dan bingung.

            “Tuan Nirlambang. …. Akhirnya aku harus mengakhiri  persahabatan aneh kita, dengan sebuah jawaban. Jawaban dari teka- teki yang selama ini  pasti menggempurmu. Aku merasa harus menghentikan  beberapa keyakinan dan kebiasaanmu itu…..  membakar dupa di tengah malam, menunggu purnama raya  keemasan. Harus kuhentikan kebiasaanmu menyiapkan sesajen bunga-bunga wangi……….., yang  kau pikir untuk memanggilku….

Padahal sejak dulu itu tidak berfungsi……. Komunikasi antara kita adalah sejenis telepati yang sulit dipahami  kebanyakan orang……… Kita bisa sama-sama berkomunikasi karena kau juga memiliki kemampuan langka serupa denganku…. ” Kinandari  tampak mulai serius.




            “Tolong jelaskan,  siapa kamu sebenarnya Kinan? Bagaimana kamu bisa memasuki rumahku di tengah malam dalam sebentuk bayangan…. Kamu bahkan sering bercakap-cakap dengan mendiang ayahku semasa hidupnya….. Ayahku menceritakan tentang dirimu…..Waktu itu aku masih kecil, herannya usiamu sudah remaja. Ayahku sangat mengenalmu, …… Kalau menebak usiamu,  dapat dipastikan kamu lahir  menjelang wafat ayahku. Saat ayahku wafat,  usiamu………?”

            “Usiaku  6 tahun saat ayahmu wafat.  Ayahmu seniman besar dan terkenal,  semua orang tahu tahun dikala kabar duka cita itu. Aku sedang berada di luar negeri , stasiun televisi asing memberitakan kabar duka itu…….., ayah ibuku menyimak berita tersebut, aku masih sangat kecil, tapi aku juga ikut mendengar khabar itu” Kinandari tersenyum kecut, dengan mata berkaca-kaca.



)

            Cerita Kinandari

            “Sangat sulit aku menjelaskannya. Bahkan hingga detik ini, tak ada yang tahu kecuali dirimu. Tidak juga orang tuaku, suamiku, dan anak-anakku sekarang. Kejadian misterius itu terjadi  saat usiaku  masih belia, sekitar 16 menjelang  17 tahun. Aku tak tahu, dorongan apakah yang membuat aku  tiba-tiba memiliki pikiran-pikiran  aneh. Semacam ide-ide gila. Di tengah malam bulan purnama begitu indah  di langit.  Ada  getaran   yang membuat aku  yakin bahwa aku bisa terbang……   Dan aku merasakan, bahwa aku memang terbang.. mengawang-awang di semesta raya….. Menjangkau awan,  di antara bintang dan  cahaya rembulan……
            Mungkin karena kebodohanku, di usia belia,  dengan pengetahuan yang minim. Dengan pikiran dangkal, aku  menganggap bahwa aku tengah memasuki alam khayal , atau mungkin juga alam mimpi.
            Sungguh alam mimpi itu tampak  indah sekali. Taman-taman yang indah , telaga dan pancuran air terjun gemericik,  dengan unggas angsa putihnya. Bangunan-bangunan tinggi dengan  peradaban masa lalunya.



Saat itu aku tengah  menembus waktu menuju masa silam. Menyusuri istana-istana dalam sejarah. Bertemu dengan  kehidupan di masa silam, termasuk beberapa dari manusia di kerajaan  masa lalu. Aku juga menemui seniman-seniman besar pada masa tersebut. Termasuk pemahat patung. Sungguh rasanya begitu  leluasa melakukan perjalanan lintas benua dan lintas waktu. Hanya tinggal memejamkan mata, aku melakukannya.

            Beberapa di antara mereka  ternyata bisa melihatku. Mereka bertanya kepadaku, siapa aku. Tentu sulit aku menjelaskan  siapa aku. Kebanyakan dari mereka menganggapku  mahluk halus, siluman, atau dewi dari negeri dewata.

Pernah aku mendatangi masa dimana banyak seniman lukis realis naturalis  banyak berkarya.  Aku hanya terpana menyaksikan   seorang pelukis yang  matanya jelas-jelas  menatap  wajahku.  Pelukis yang berulang kali aku datangi itu ternyata bisa melihatku. Tidak semua orang  bisa menyaksikan kehadiranku. 


            Lantas aku katakan kepadanya  , dapatkah ia mengingat wajahku? Tolong lukis wajahku di atas kanvas. Yang ada dalam kepalaku, aku hanya ingin  bukti, apakah perjalananku ini nyata? Atau hanya  sekedar halusinasiku? Setidaknya  jika aku  lebih sering meminta seseorang yang bisa melihatku  , untuk melukis diriku, suatu saat dalam hidupku,  aku berharap menemukan jejak bukti tersebut.



            Entah berapa banyak orang yang  bisa menyaksikan diriku, yang kuminta untuk melukis dan membuat sketsa diriku. Bahkan aku tak tahu,  di tahun yang mana aku  datang. Manusia yang  kutemukan ada yang di masa sangat silam. Atau bisa jadi di masa depan. Aku sendiri bingung.

            Dalam satu malam saja aku bisa  mendatangi banyak tempat  , banyak masa, dan beberapa  zaman yang berbeda. Sampai di suatu masa  aku bertemu dengan ayahmu di waktu ia masih muda. Ayahmu adalah salah satu manusia yang bisa menyaksikan kehadiranku.  Ia bisa berkomunikasi denganku. Bahkan ia merekam  potret diriku dalam lukisan.

            Dengan senang hati ia menyambutku setiap kami berbincang. Pada saat itulah kau ada di rumah tersebut. Aku terkejut, melihat anak kecil berusia 11 tahun mungkin,  yang memandangku dengan takjub. Anak kecil adalah dirimu. Timbul keisenganku,  bercanda  denganmu. Kamu bertanya siapa aku? Jawabanku, aku bidadari dari timur. Karena setahuku anak-anak kecil suka membaca dongeng. Biasanya anak kecil suka  kisah tentang dewi atau bidadari.

            Aku tak pernah menyadari, bahwa kamu adalah  manusia langka, yang bisa menyaksikan kehadiranku di larut malam. Bisa berkomunikasi denganku lewat cara-cara tak masuk akal logika. Tanpa aku sadari, kita sempat bersahabat.  Selanjutnya aku ingin meminta pembuktian  jejak  perjalanan anehku ini. Aku minta kamu menuliskan puisi tentang diriku.

            Soal aku  bisa mengatakan bahwa kau kelak akan menjadi penyair besar, tentu saja aku bisa melakukannya. Karena aku menjumpai di masa silam, dan aku berasal dari masa kini dimana memang kau sudah menjadi penyair itu.

            Dalam tempo satu malam, aku bisa bertemu denganmu di berbagai  masa. Baik saat engkau kecil,  remaja, dan dewasa,  Padahal itu aku lakukan dalam satu malam saja. Itu sebagai jawaban, mengapa usiaku tetap sama, ketika kau melihat penampakanku di berbagai rentang waktu.

            Selanjutnya, aku  semakin dewasa. Dan mulai menyadari kekeliruanku. Rasa bersalah yang besar karena aku  telah meminta berbagai  manusia di masa silam untuk melukis diriku, dan  menjadi  tokoh penampakan di masa lalu. Mungkin karena aku masih belia dan  selalu ingin mencoba serta bertualang. Tapi hari ini aku merasa itu sebuah kesalahan besar.
Aku mulai ketakutan. Bagaimana kalau yang aku lakukan bukan sekedar khayal? Bagaimana kalau itu kejadian sungguhan?  Sungguh rasanya  aku berdosa jika memang aku bermain-main dengan  lintasan waktu.




            Rasa bersalahku semakin kuat ketika  aku membaca puisi-puisimu, yang kalau boleh kutebak, isinya  mengisyaratkan  pertemuan-pertemuan  gaib kita. Setelah lama kejadian itu, aku   semakin dewasa. Aku sangat takut jika orang  yang pernah melihatku  berpikir salah tentang diriku. Aku kian  terkejut ketika kau juga menganggapku  mahluk  halus, dan kau suka membakar dupa untukku. Lebih mengerikan kalau orang menyediakan sesajen……

            Karenanya, tuan Nirlambang, ijinkan aku memohon maaf atas semua kesalahanku. Aku khilaf, karena usiaku saat itu masih begitu  muda. Usia remaja yang kerap tak berpikir panjang. Bahkan orangtuaku saja tidak tahu itu.
Dunia terkadang  memiliki peristiwa tak masuk akal.  Kita pernah mengalaminya. Kini aku mohon, anggap semuanya sudah berlalu. Maafkan semua kesalahanku, seharusnya aku tak melakukan semua itu……..
           
***

            Bibirku terkunci rapat, lidahku kelu membeku. Tak tahu apa yang harus aku lakukan. Kinandari, nama itu juga suka disebut oleh almarhum ayahku. Ayah dan aku sama-sama mengenalnya lewat cara yang tak masuk akal.

            Kini Kinandari   hadir di hadapanku  bukan sebagai sosok dari dunia lain. Bahkan ia mengatakan, bahwa  persahabatan aneh di masa lalu adalah kesalahannya.  Ia meminta maaf berulang kali kepadaku. Dan memohon dengan sangat agar memegang rapat rahasia ini. Bahkan rekan paranormalku saja tak mampu menjawab pertanyaanku tentang Kinandari.

            Aku sempat merasa kehilangan Kinandari yang lama tak hadir dalam kehidupanku. Dengan penuh harap aku membakar dupa  dan menyimpan sekeranjang bunga putih wangi untuk memanggilnya. Sejenis ritual yang aku pikir   tepat untuk memanggil sosok gaib ke rumahku.



pertemuan kita, Randy Anwar 1985


            Jawaban dari  akhir persahabatan kami memang tak masuk akal. Hari ini ia memberikan semua penjelasan tentang keberadaannya.

            “Aku berharap  semua kisah pertemuan-pertemuan aneh  itu,  menjadi rahasia kita berdua saja. Kita tutup sebagai lembaran lama . Lalu, dengan segala kerendahan hati, aku ingin mohon maaf, bahwa aku pembuat kesalahan itu. Mau memaafkan aku?” sekali lagi Kinandari memohon kepadaku.

            Marah? Merasa dipermainkan? Segala perasaan , kebingungan, rasa heran, berkecamuk jadi satu. Dengan rasa berat aku mengangguk. Memaafkan adalah perbuatan yang  dimuliakan Tuhan. 
            Tiba-tiba senyumnya yang indah dan sejuk terkembang. Ia merunduk dan berterimakasih. Aku melihat kebahagiaan di wajahnya.

            “Terimakasih  sudah memaafkan aku,” ia menghormat dan mohon diri.

            Tak ada acara makan siang bersama,  atau  tanda-tanda persahabatan  kami akan berlanjut. Ia sudah menjadi milik anak-anak dan keluarganya. Di alam  nyata yang sesungguhnya.

            Aku masih diam mematung di sini berkawan sunyi. Sambil mengenang ketulusan hatinya, aku beranjak  pergi, kembali kepada dunia dan kehidupanku.  Kisah  kami hanya akan terabadikan dalam fiksi yang aku buat, dalam prosa liris, atau  kalimat-kalimat rindu di kumpulan syairku.



            






k



Tidak ada komentar:

Posting Komentar