Daftar Blog Saya

Sabtu, 02 Mei 2015

ARTIKEL KEHIDUPAN, ADAB BERTAMU KE RUMAH ORANG TUA

Saya Akan Menjadi Tamu yang Baik, Bagimu Ibu Tersayang
(ditulis jelang lebaran haji tahun 2012, di Bandung)



Sebentar lagi lebaran haji . Saya   sudah tak sabar menunggu  hari-hari berkumpul keluarga besarku. Saya akan datang ke rumah ibu, membawa anak-anak dan pasanganku.

Lalu saya menceritakan ketidak sabaran itu  saat bertamu ke rumah sahabatku. Aku nyeletuk kepadanya, bahwa  aku tak sabar ingin segera datang hari kumpul keluarga itu. Sudah terbayang rumah ibuku, dengan harum ketupat dan opor ayam buatannya. Lalu ibuku akan menyiapkan tumisan buncis  dan petai yang  pedas dan tak terlupakan.




Di sana saya  akan  bebas ngerumpi seharian, tiduran, makan,  ketawa-ketawa dengan adik-adik dan sepupu. Bicara ngalor ngidul sambil mengemil makanan. Sangat merdeka, tidak usah sibuk,  betul-betul seperti raja.

 

            



            





         




kami sekeluarga (suami dan anak saya) tidak datang dengan membawa perut lapar  atau menumpang makan dan memberatkan mertua. Justru kami berusaha membahagiakan mertua, dengan hadir di rumah mereka, membawakan  jamuan makanan bukan hanya untuk kami sendiri, tapi juga untuk yang lainnya. Selain juga mmembawa bahan mentah masakan (beras, minyak goreng dlsbnya)

Akan tetapi, setelah menempuh jarak jauh dari luar kota,  dan membawa banyak masakan, nyatanya saya tak bisa beristirahat. Begitu sampai di rumah mertua,tak sempat duduk-duduk atau selnjoran. Bagaimanapun  saya  harus langsung terjun ke dapur.  Jika tidak, bisa keteteran.



Betul-betul ibu mertua ingin memanjakan lidah dan perut anak cucunya. Niat beliau memang mulia. Atas nama niat baik ternyata harus ada tumbalnya. 
Dan akhirnya , sayalah tumbal itu. Sesampainya di rumah tersebut, tak ada lagi kesempatan  saya untuk duduk sejenak, apalagi selonjoran. 


Mertua sudah menentukan daftar menunya sendiri, dan sudah  meminta  saudara suami yang datang duluan untuk belanja bahan mentah. Uang sumbangan dari suami saya rupanya dibelanjakan lagi  . 

.











Untungnya suami saya peka, ia paham betul istrinya selalu ambruk dan sakit setiap habis pulang kumpul keluarga besar beberapa tahun terakhir. Rupanya faktor usia membuat saya  lemah. Ternyata ia tahu betapa beratnya kerja saya. Karenanya  ia inisiatif, ia mengajak rombongan keluarganya  mampir di restoran setiap pulang  ziarah. Maka sedikit ringanlah tugas saya.

Namun ada saja yang mengomel. Rupanya merasa kasihan kepada  suami saya karena mengeluarkan  uang lebih banyak untuk membayar makan di restoran. Tapi sama sekali tidak ada rasa kasihan kepada saya. 































*   *    *









Dalam perjalanan pulang seraya menyetir mobil  tiba-tiba saya tersadar. Jangan-jangan saya termasuk tamu yang tidak tahu diri.  Tamu yang datang tak kenal waktu, menumpang makan dan mau enak sendiri?  Bisa jadi, karena terus terang saja, setiap lebaran saya  paling anti menjadi tuan rumah. Sebab pembantu saya pulang kampung.

Tiba-tiba saya ingat ibu saya yang usianya  73 tahun.  Ia tuan rumah yang baik.

Jika lebaran dan lebaran haji, sengaja saya kabur sepagi mungkin memboyong  anak-anak untuk  menumpang  makan di rumah  ibu saya, yang sekota denganku.

Saya bisa selonjoran di sana, dan anak-anak saya yang masih kecil  lepas karena  banyak yang mengawasi, para istri dari adik-adik saya. Bahkan urusan menyuapi anak  jadi tugas para ipar. Soal makan, juga  ibu saya  membayar  2 pembantu implan, khusus untuk meladeni  keluarga besar. Pembantu tetapnya pulang kampung.

Tiba-tiba saya teringat ibu saya yang sudah renta…. Aduhai kasihan sekali beliau. 
Mumpung lebaran haji ini pembantu saya tidak pulang. Saya belanja agak banyak ke pasar. Lalu saya terjun ke dapur selama beberapa hari, minta ampun, ternyata melelahkan juga. Saya memasak beberapa jenis masakan, dan menelepon ibu saya  . Mengungkapkan menu makanan  yang akan saya bawa.

Terdengar ibu saya seperti kebingungan. Bukankah biasanya juga saya  boro-boro bawa makanan, biasanya malah kalau pulang dari rumah ibu  selalu membawa setumpuk makanan dan masakan untuk bekal di rumah sendiri. Jadi  seharian libur memasak.




Saat kumpul keluarga besar, saya kumpulkan adik-adik saya dan istrinya.

“Kasihan ibu kan sudah tua, Ayah sudah pensiun, walaupun tabungannya banyak, sudah waktunya mereka istirahat. Ibu dan ayah sudah waktunya dimanjakan oleh anak  mantu yang sudah dewasa. Kita kunjungi mereka tanpa harus membebani mereka dengan  menyiapkan menu buat kita. Saatnyalah  kita masing-masing  membawa makanan  siap santap setiap kumpul keluarga. ……….”

Ibu tiba-tiba memeluk dengan hangat.

“Terimakasih sayang……  sebetulnya ibu masih kuat menjamu kalian semua anak cucu ibu… Tapi… ternyata bahagia juga ….. Ibu  menyambut kalian tanpa pusing  berbelanja memikirkan menu dan memasaknya…..  Ternyata enak juga ya sayang…”

“Tentu saja BU, menu untuk   orang sebanyak ini kalau ditanggung ibu sendiri  ya terasa beratlah… Lebih ringan kalau ditanggung oleh kami berlima….. “

Bagaimanapun,  curhatnya Arni kepadaku, telah membangunkan kesadaran dan kedangkalanku selama ini. Untung saja Arni bercerita kepadaku, kalau tidak, alangkah kasihannya ibuku…..

“Maafkan aku ibu, telah menyusahkanmu bertahun-tahun… Aku suka licik kepadamu,  aku simpan anak-anakku ketika bayi dan balita  di rumahmu. Agar aku bisa beristirahat dan berleha-leha, serta mengirit belanjaku, karena kau yang akan memberikan jatah makan anak-anakku….

“ Maafkan aku ibu. Aku biarkan engkau sibuk mengurusi anakku, mengawasi mereka bermain, menyuapi mereka, memasakkan untuk anakku, menceboki mereka….. lalu aku bersama suamiku jalan-jalan seharian…….. “

Padahal  ketika saya kecil dulu, kau sudah begitu dilelahkan oleh urusan mengurusku ketika bayi dan balita…. Kini alangkah teganya saya menyuruhmu mengurusi anak bayiku dan anak balitaku, padahal tubuhmu sudah renta……..” kupeluk ibu sambil terisak.

Tangan keriput ibu membelai kepalaku.

“Aku  akan menjadi tamu yang baik bagi ibu, tamu yang membahagiakan, bukan tamu yang menyusahkan…..,” bisikku kepada ibu.

Wajah tua yang  teduh itu tersenyum bahagia. Ia mulai menyantap masakanku. Oh,  tiba-tiba aku merasa bahagia yang tidak ada duanya, pertama kali dalam hidupku.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar