Daftar Blog Saya

Sabtu, 02 Mei 2015

ARTIKEL, 14 tahun berdampingan dengan banjir

14 tahunn HIDUP BERDAMPINGAN DENGAN BANJIR

            Tidak mudah menjadi langganan banjir. Korban banjir sering bertahan di kawasan banjir,  karena siapa juga yang rela  meninggalkan rumah.  Maka harus  tumbuh kreatifitas untuk menghadapi banjir rutin, terutama di puncak musim penghujan.
             Banjir Tamu Tak Diundang
  Tahun 1993, saat 2 bulan  pertama tinggal di rumah  kompleks perumahan di tenggara Bandung,  rumah kami sudah terkepung banjir. Hanya tidak terlalu parah. Banjir menggenangi jalan, tapi tidak memasuki rumah.
            Tapi tahun-tahun berikutnya,  banjir  jadi langganan,  memasuki rumah kami. Betapapun kami sudah memasang tanggul tembok di pintu masuk rumah, serta mengurug  rumah menjadi lebih tinggi.
            Pengalaman pedih dan pahit  jika banjir tak terduga. Saat belum puncak musim hujan,  dan hujan sudah berhenti. Biasanya paling yang banjir hanya jalanan dan pekarangan depan rumah saja. Malamnya banjir kiriman  hadir  gara-gara tanggul jebol di dataran tinggi sana.

            Kebetulan setiap  hujan  perumahan  kami tinggal pasti lampu, entah kenapa sebabnya. Jadi habis hujan rumah kami gelap gulita. Seperti biasa  si bungsu yang masih bayi  terlelap di  kasur .
            Tiba-tiba dini hari jam 2 pagi, dalam gulita malam, terdengar  “gedumbrang”, “braaak”, dan suara amburadul dari seisi rumah. Kami menyalakan lampu senter, astaga,  baju kami basah.  Kasur sudah terendam, lemari jungkir balik, gentong berisi beras sudah  jumpalitan  tumpah ruah isinya. Tabung gas yang isinya sudah menjelang kosong bergoyang keras. Kami bergerak cepat membenahi buku-buku, dokumen,  alat elektronika.





            Semua kami naikkan ke atas  ruang tamu yang kami buat setinggi  1 meter (seperti bale-bele/dipan). Tapi ruangan ini terbatas, hanya selebar 2x3 cm. Anak-anak  kami bentangkan kasur di ruang ini. Dan tidur di atas tumpukan barang yang bisa diselamatkan.
            Tak sabar menunggu matahari terbit, kami mengungsi sementara di rumah tetangga, Ibu Tata, di  blok lain  yang banjirnya hanya 10 cm  saja. Di sana  kami dahulukan anak-anak untuk sarapan mie instan yang disumbang tetangga jauh yang tidak kebanjiran.

            Barang-barang kami lebih banyak yang rusak terendam, karena kami tak punya lantai 2 (loteng rumah). Rumah yang memiliki loteng,  lebih baik nasibnya ketika banjir, dibandingkan rumah kami .
            Kami harus menunggu surut untuk mengeluarkan mobil dari carport, sebab ketinggian banjir sudah menenggelamkan  mesin mobil. Kalau saja banjir tidak tiba-tiba datangnya, atau dengan arus mendadak yang cukup deras, setidaknya kami sudah bersiap untuk keluar dari kompleks perumahan.

            Nestapa Banjir.
            Banjir adalah kesedihan yang berulang. Tidur  di atas dipan dikelilingi air,  terasa lembab  dan tak nyaman. Untuk anak balita jelas penyakit. Untuk ke toilet juga sulit, sebab cubluk/closet juga terendam air.


            Banjir di rumah kami tak serta merta surut sehari meski matahari sudah mulai  berbinar. Dalam 3 hari barulah banjir surut. Paling cepat 2 hari lah, selebihnya  banjir di perumahan kami cukup lama. Tapi kalau hujan lagi bisa  bersambung banjirnya jadi 1 minggu. Namun lebih memprihatinkan mereka yang kebanjiran di Baleendah.... bisa  berminggu-minggu. 
Di tempat lain ada yang kalau banjir hanya sehari saja, itu saja mereka sudah heboh kewalahan. Padahal banjirnya  hanya 20 sampai 30 cm saja. Tapi begitulah banjir, biar dangkal atau dalam,  biar hanya sejam, memang merepotkan empunya rumah. 



            Anak-anak kami  tumbuh dalam suasana banjir rutin hingga si sulung  mencapai usia  remaja. Kami tinggal 14 tahun di kawasan yang setiap musim hujan jalannya tergenang, dan setiap puncak musim hujan, rumah kami terendam minimal lebih dari 1 hari 1 malam.

 Dalam banjir sulit untuk menyediakan makanan, sulit untuk memasak, sulit untuk beraktifitas, sulit untuk ke WC, terutama anak anak masih bayi dan balita. Tidak mandi , sampai sepekan karena banjir, itu sudah biasa. Sumber air bersih ikut tercemar karena banjir.
Ketika anak berangkat sekolah,  ayahnya akan menggendong sampai ke tempat yang tidak banjir. Sepatunya ditenteng dalam keresek. Nanti di angkot  baru pakai sepatu. Itulah kehidupan anak-anak saya setiap musim banjir.
Sedihnya banjir di tempat kami tidak pernah surut dalam  2 hari, biasanya 3 hari baru surut.  

           Memang seperti kebanyakan korban banjir lainnya,  tak ada pilihan  tempat tinggal, selain rumah  di lokasi banjir, itulah yang terjangkau oleh kantong. Rumah yang kami beli dengan  hasil perjuangan sendiri, bahu membahu.

            Ada kawasan lain yang ketika ditinggal  penghuninya untuk mengungsi, dimanfaatkan oleh maling untuk menjarah.Sangat memprihatinkan.

            Dalam banjir berbagai kecelakaan motor terjadi, lubang-lubang yang  memang banyak menghiasi jalan  komplkes  menjungkir-balikkan mereka. Mobil terperosok ke selokan besar atau sungai, pernah terjadi. Karena tak ada bedanya antara jalan dan sungai. Becak terjerambab, sangat mengenaskan.
            Belum lagi bahaya kesetrum  bagi mereka yang tak sengaja melewati kawasan banjir,  tapi  ada kabel listrik putus dan jatuh sehingga listrik  mengalir lewat media air, menyengat manusia.
            Banjir juga menyisakan penyakit. Sakit kulit karena air banjir, dan sakit pernafasan. Pasrah  atas rusaknya perabotan  dan elektronika, mau tak mau. Sedih memang. Pernah selama seminggu rumah kami terendam, dan saat pulang, panci periuk dan wajan sudah berubah karatan. Kusen rumah kian lapuk, tembok menjadi kumuh kecoklatan. Tanam-tanaman sebagian besar mati terendam.
            Saat mengungsi, korban banjir seperti kami menjadi korban perasaan. Pernah kami mengungsi  di rumah  kerabat. Terus terang rasanya malu dan tak enak. Apalagi saat banjir anak bungsu saya sedang sakit campak. Untung sudah hampir sembuh. Suasana yang sangat tidak enak.
            Banjir  melengkapi kerugian moril dengan kerugian materil.


            Kerja Keras Paska Banjir
            Berjibaku mengeruk lumpur yang tebalnya sampai 5 cm untuk yang kami lakukan. Tapi saudara-saudara kami di  bantaran sungai punya tugas mengeruk lumpur sampai 20 cm tebalnya. Lumpur menyelimuti kamar tidur, kursi, meja, bahkan kasur.
            Menyelamatkan buku-buku dan dokumen yang basah serta menjemurnya harus itu. Membuang sampah  yang  berlabuh didapur, di atas kursi, di teras rumah, di pekarangan  bisa sampai berkarung-karung. Mulai dari sampah plastik,  kecoa, ular kecil, tikus mati , sampai kotoran manusia entah dari mana.
            Tak cukup 3 hari untuk membuat rumah betul-betul bersih dari lumpur dan sampah. Dan tak cukup seminggu untuk menunggu rumah tak lagi lembab.

            Kiat Berdampingan dengan Banjir.
  1. Berangsur perabotan  lemari kami ganti menjadi container yang kedap air (ada penutup atasnya), lalu menyimpannya kami tumpuk. Baju, buku , dan barang penting  kami simpan dalam container plastik berkualitas tinggi. Tujuannya, ketika kami harus mengungsi, mudah membawanya. Dan kalaupun  masih di rumah , setidaknya  masih bisa terselamatkan.
  2. Selalu siap lampu senter dengan batu baterai. Akan diperlukan saat banjir tiba.
  3. Selalu siap dengan Ponsel  yang terisi penuh baterainya, juga radio dengan baterai untuk mendengarkan berita. Misalkan kabar  banjir kiriman akan datang  , atau jebolnya sebuah tanggul yang berdampak ke kediaman kita.
  4. Selalu siap air minum kemasan dalam dus  (botol) dan  makanan cepat saji (mie instan), termos, biskuit/roti, di tempat yang aman. Juga obat-obatan.
  5. Siapkan juga jeriken untuk persediaan air bersih yang  pasti terjadi setiap banjir. Simpan di tempat yang aman.
  6. Sebaiknya memiliki loteng (rumah 2 lantai)  untuk evakuasi sementara. Dan barang-barang yang penting disimpan di lantai atas.
  7. Jangan ambil resiko ketika tanda-tanda hujan deras  dan banjir  meningkat, lalu bertahan di rumah. Segera evakuasi keluarga,  mobil, barang-barang penting, kunci pintu dan jendela untuk menghindari penjarahan, segera beranjak ke tempat aman.
  8. Padamkan listrik utama rumah jika banjir. Air adalah pengantar listrik  yang baik, setrumnya bisa mengalir menyambar manusia. Dan jika bekas banjir, tunggu sampai betul-betul kering  lubang stop kontaknya, karena bisa berakibat kortsluiting listrik.
  9. Ganjal barang-barang dengan batu batako agar posisinya lebih tinggi.
  10. Siapkan selalu desinfektan dan lap pel serta ember , sendok semen pengeruk lumpur, perkakas yang memadai  untuk  membersihkan  rumah dan pekarangan seusai banjir.
  11. Untuk pakaian, miliki sepatu boat yang sangat perlu setiap banjir. Termasuknya juga peralatan darurat evakuasi seperti ban berenang hitam dan pelampung.
  12. Seorang teman saya menyimpan dokumen penting di safe deposit box bank yang aman (tidak terkena banjir). Jadi ketika bencana banjir datang  , tidak terlalu cemas.
  13. Ada juga teman saya yang di rumah lantai 2 nya, tersedia perahu karet. Mungkin agak berlebihan, tapi tidak ada salahnya bukan.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar