| ILLUSTRASI FIKSI/NOVELETTE : gerimis Membingkai senja di Braga, berbagigagasan.blogspot.com. Illustrasi Fiksi by: masrierie ACRYLIC PAINTING ON CANVAS , THE FLOWER, LEAF AND THE MOON, BY ME | 
            Bukankah
segelas kopi panas kaya kepulan   asap  
ini , yang telah menumbuhkan 
kerinduan itu?  Aroma kuat yang  mengairi 
sekujur urat darahku. Dan membunuh rasa kantukku.
            Potongan
kue   klasik yang beberapa kali  kutelan 
sanggup menyemai semangat ,  dan 
sebuah laptop mungil penuh  setia  menanti
 di hadapanku. Dimana potret-potret
tua  putih kekuningan  membentang di layar, silih berganti
menuturkan  tatap mata dan senyum sarata
makna  dari  masa 
silam. Wajah-wajah dimana pada setiap lekuk  pandangan serta  garis 
ekspresinya memuat  berjuta  kisah. 
Di
luar, trotoar dengan barisan tanaman hias serta gerimis  membentuk 
padanan  senja  jalan Braga .  Kesenyapan jalan yang cuma jadi  lintasan belaka. Seolah  tak ada ikatan batin untuk sekedar singgah di
jalan sarat nostalgi ini. 
Tanganku
menyambar  cangkir kopi di antara  suasana senja . Musim hujan terasa panjang,
dan  curah hujan begitu tinggi. Gemuruh
petir,   angin putting beliung , banjir ,
longsor, itu adalah  berita  keseharian masa kini.  Yang langka sekali di masa  lalu. 
Apakah  yang ingin kutuliskan dalam  pikiranku di 
keheningan ini? Menunggu  matahari
surut di barat, hingga barulah terdengar 
satu demi satu  dentuman musik
dunia malamnya. Menutup siang yang 
lengang dan  lesu. Bahkan gairah
malampun tak  segempita  sejarahnya di masa-masa  tahun 1930an.
|  | 
| ILLUSTRASI FIKSI/NOVELETTE : gerimis Membingkai senja di Braga, berbagigagasan.blogspot.com. Illustrasi Fiksi by: masrierie/ME OIL PAINTING ON CANVAS , BEAUTIFUL FLOWERS, , BY ME | 
Tak ada juga mobil –mobil kebesaran kaum penjajah hilir mudik dan parkir di sekitar Bioskp Majestik , maupun yang singgah sekedar minum dan bersantai di dalam selimut kehangatan Gedung Condordia putih yang kokoh.
Maison
Bogerijen, restoran dan toko roti, es krim 
dan pattiseri yang pernah menjadi 
pusat  keramaian tempo dulu itupun
tampak lunglai dan  renta. Berganti nama,
namun  entah mengapa   sepi dan sepi selalu.   
Deretan  kebisuan sejarah. Arsitektur tua membungkam
tanpa lonjakan emosi apapun.Aku melepas pandang ke arah  pelintasan jalan yang  begitu naif. Mereka pasti tak merasakan
aura  masa silam yang luar biasa
mengesankan, kisah-kisah  terindah pernah
berjaya di sini. 
Di
kejauhan , emperan warna-warna 
kanvas  berderet  dari kaum pelukis jalanan. Namun  warna dan polesan yang disampaikannya  begitu hidup dan sanggup menembus lapisan
emosi manusia. Pesona kreatifitas seni emperan yang  tentunya  
juga mewakili  suara-suara jiwa
seniman dengan kekuatan dahsyatnya.
Musik jalanan tak lagi terdengar. Dentingan kecapi Braga Stone dari tahun 1970an dan awal 1980an sudah puluhan tahun tenggelam. Hanya deruan mobil di atas hamparan batu andesit kelabu yang baru saja terpasang setahun silam.
Puluhan
tahun silam. Mang Idi pegawai sebuah wisma milik  BUMN di mana kakekku mendapat tugas untuk
menghuni sekaligus mengelolanya. Setiap hari jika tamu sedang membludak, ia
akan membeli roti tawar berkualitas tersohor tersebut  di Bandung. Aku hanya bisa menelan liur
belaka. 
Mulai
dari mengamati pelayan yang ramah itu mengeluarkan roti dari oven, lantas
membungkusnya dengan kertas singkong daur ulang warna krem kecoklatan. Mang Idi
memasukkannya ke dalam keranjang,  lalu
menggantung di stang sepeda.  
 Kami
melintasi jalan Merdeka, lalu jalan Dago yang teduh. Jika sudah tiba di gerbang
wisma aku diturunkan. Dan berlari kecil menuju dapur. Di sana  Bik Anah sang juru masak  akan mengiris-iris roti dengan pisau setelah
mengupas kulitnya. Lalu memolesnya dengan mentega dan  menaburinya dengan gula pasir. Aroma mentega
bercampur roti harum  menggoda selera
tatkala Bik Anah mengolahnya jadi roti bakar. 
Tampaknya ia
mengerti bahwa aku begitu menginginkan makan roti tersebut. Karena kasihan ,ia
diam-diam memberiku kulit roti yang biasanya nanti akan dijemur dan ditumbuk
jadi tepung roti untuk membuat kroket kentang. Menyantap kulit roti  saja bagiku sudah luar biasa nikmatnya. Apalagi
Bik Anah akan  memolesi kulit roti
tersebut dengan  mentega klasik  roombuter.
Roti
jalan Braga 
yang padat, mengenyangkan, harum  , gurih
, agak manis dan teramat lezat. Pada masa 
tersebut  roti  itu makanan istimewa, sama seperti mahal dan
istimewanya makan telur dadar atau lebih istimewa lagi telur mata sapi. Apalagi
daging ayam,  hidangan  yang 
terlalu istimewa buatku.
 | ILLUSTRASI FIKSI/NOVELETTE : gerimis Membingkai senja di Braga, berbagigagasan.blogspot.com. Illustrasi Fiksi by: masrierie/me ACRYLIC PAINTING ON CANVAS BEAUTIFUL FLOWERS, BY ME | 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar