Nilai Jerih Payah
,Ide dan Kreatifitas di Balik Karya Kerajinan Tangan
Komunitas seni dan daur
ulang, seperti biasanya setiap Selasa
pagi berkumpul di Gedung Bale Sawala ,
alias Gedung Serbaguna RW 01,Perumahan Metro Soekarno Hatta Estate, Margahayu
Raya Bandung.
Komunitas yang aktif dan digagas oleh Ibu Ketua PKKnya, bu
Devi, mulai aktif sejak tahun 2013. Awal mulanya adalah kegiatan pelatihan gratis, membuat
kerajinan tangan dari limbah koran bekas.
Saat itu kecamatan Rancasari Kota
Bandung mengundang para ibu PKK dari
Kelurahan Manjahlega, Cipamokolan , Mekarjaya, Derwati. Pengajarnya adalah Kang Jalu. Penulis sendiri
tidak ikutan. Tapi penulis bisa belajar
dari rekan-rekan yang sudah ikut
pelatihan.
Kebersamaan anggota komunitas
ini mendatangkan manfaat, saling berbagi
dan mengajarkan. Karya-karya yang dihasilkan juga sudah mulai ada
pembelinya. Walaupun dalam jumlah yang sedikit.
Yang menyenangkan adalah banyak
keterampilan baru yang kami dapatkan.
Wah , seru sekali kalau karya
sudah jadi.
Bazar, Pameran, Nilai Jerih Payah
dan Harga sebuah Ide
Pernah juga penulis ikut bazaar
dan pameran. Datang seorang yang ingin
membeli dan menawar dengan harga sangat miring.
Seorang rekan saya protes jika
harga karya kerajinan tangan/prakarya/
handicraft / atau hasil kreatifitas
kami dihargai bergitu rendahnya.
Sebut saja karya vas mini
/ temoat menyimpan pensil dari bubur kertas. Wadah ini sangat bermanfaat untuk disimpan d meja kerja, untuk mengorganisir peralatan seperti pensil, ballpoint atau obeng dlsbnya. Bisa juga berfungsi untuk menyimpan sedotan air minum kemasan gelas. Atau untuk mempercantik meja rias dan meja kerja, dengan bunga artifisialnya.
Ada yang menganggap , jika karya tersebut dari limbah, pasti tanpa modal. Ia ingin membeli karya tersebut, katanya untuk merapikan meja tulis anaknya. Buat menyimpan pensil /ballpoint . Lalu ia menawar, minta membeli asal harganya Rp.2.500. Saya katakan sudah dibandroll Rp 5.000. Pembeli tersebut menggelengkan kepala, terlalu mahal untuk barang dari sampah, lalu segera pergi. .
Ada yang menganggap , jika karya tersebut dari limbah, pasti tanpa modal. Ia ingin membeli karya tersebut, katanya untuk merapikan meja tulis anaknya. Buat menyimpan pensil /ballpoint . Lalu ia menawar, minta membeli asal harganya Rp.2.500. Saya katakan sudah dibandroll Rp 5.000. Pembeli tersebut menggelengkan kepala, terlalu mahal untuk barang dari sampah, lalu segera pergi. .
Saya berlari mengejarnya, biar saja
ia membeli dengan harga Rp 2.500 , sebenarnya saya berharap ia membeli dalam jumlah banyak. Tapi ternyata
dia hanya ingin membeli 2 buah saja. Tak mengapa, pembeli dan konsumen itu kan raja, saya iyakan dengan senyuman.
Saya akhirnya menjual dengan harga teramat
miring , hitung-hitung promosi dari mulut ke mulut. Namun rekan dekat saya
menarik lengan saya.
“Bu,
ingat jerih payah ibu mengumpulkan bahan mentah karya itu. Ibu mengambil sampah tetra pak bekas buavita, sampah lho bu. Ingat tenaga dan waktu juga, saat ibu menyucinya supaya bersih. Butuh waktu dan enerji juga serta ketelatenan kala mengguntinginya. Dengan sabar ibu menjemurnya.
Lalu untuk polesannya. Ibu membuat bubur kertas dari limbah kertas kan? Setelah terkumpul ibu harus merendamnya sampai 3 hari. Ibu merendam, butuh waktu juga dan menggunakan tenaga bukan? Tidak mudah menghancurkan kertas menjadi bubur kertas. Kalau menggunakan blender, ada enerji listrik yang dipakai. Kalau menggunakan air, ada jasa air bersih yang harus dikompensasikan.
Lalu untuk menghasilkan bubur kertas ibu , harus menyiapkan saringan dan kain, lalu memerasnya. Sudah pasti memerasnya dengan sekuat tenaga supaya setengah kering. Selama ini ibu lakukan sendiri bukan? Karena ibu pengrajin langsung, belum menjadi pengusaha kerajinan yang bisa membayar upah pegawai. Nah kalau dibantu pegawai, ibu juga kan harus siapkan anggaran sebagai bagian dari modal. Itukan modal jasa/tenaga.
Lantas berapa harga lem Fox yang ibu beli untuk membuat adonan bubur kertas bisa diolah. Lem Fox Purih yang berkualitas itu ada harganya juga kan? Namanya kan modal bahan mentah.
Lalu untuk polesannya. Ibu membuat bubur kertas dari limbah kertas kan? Setelah terkumpul ibu harus merendamnya sampai 3 hari. Ibu merendam, butuh waktu juga dan menggunakan tenaga bukan? Tidak mudah menghancurkan kertas menjadi bubur kertas. Kalau menggunakan blender, ada enerji listrik yang dipakai. Kalau menggunakan air, ada jasa air bersih yang harus dikompensasikan.
Lalu untuk menghasilkan bubur kertas ibu , harus menyiapkan saringan dan kain, lalu memerasnya. Sudah pasti memerasnya dengan sekuat tenaga supaya setengah kering. Selama ini ibu lakukan sendiri bukan? Karena ibu pengrajin langsung, belum menjadi pengusaha kerajinan yang bisa membayar upah pegawai. Nah kalau dibantu pegawai, ibu juga kan harus siapkan anggaran sebagai bagian dari modal. Itukan modal jasa/tenaga.
Lantas berapa harga lem Fox yang ibu beli untuk membuat adonan bubur kertas bisa diolah. Lem Fox Purih yang berkualitas itu ada harganya juga kan? Namanya kan modal bahan mentah.
Ingat
bu, waktu kita bersama mengaduk adonan itu, harus sekuat tenaga bukan? Supaya adonannya bagus dan karyanya juga rapi dan bagus, seperti membuat
roti saja. Ketika ingin memberinya warna, harus diuleni lagi supaya warnanya merata.
Tak sebentar juga saat kita ingin membuat ornamen hias di karya yang indah ini. Ornamen yang sering dibuat adalah bunga-bunga dan daun. Kita mencetaknya satu demi satu. Telaten dan lumayan membutuhkan ketekunan, kesabaran, ketelatenan dan enerji lebih. Kalau musim hujan , bisa 3 hari baru kering dan siap digunakan.
Nah untuk membuat wadahnya, setelah limbah tetra pak bekas buavita/ hydrcoco/susu ultra/ tehkotak / dlsbnya yakin bersih dan digunting rapi. Barulah kita bisa memulainya. Ini juga butuh keterampilan, ketelatenan, kesabaraan dan ketekunan. Kita dengan cermat memoles permukaan luar tetra pak dengan adonan. Lantas kita menjemurnya. Sampai 3 hari. Jika hujan kita harus mengangkatnya dan mengamankannya ke tempat teduh.
Sesudah kering, hasilnya baru ditempeli ornamen seperti bunga dan daun dari bubur kertas juga. Ingat juga ketika kita menghiasi wadah pensil itu dengan bunga dan daun yang kita cetak satu demi satu seharian lamanya. Lantas dibuat mengkilap dengana adonan lem putih cair, dan menjemurnya kembali.
Tak sebentar juga saat kita ingin membuat ornamen hias di karya yang indah ini. Ornamen yang sering dibuat adalah bunga-bunga dan daun. Kita mencetaknya satu demi satu. Telaten dan lumayan membutuhkan ketekunan, kesabaran, ketelatenan dan enerji lebih. Kalau musim hujan , bisa 3 hari baru kering dan siap digunakan.
Nah untuk membuat wadahnya, setelah limbah tetra pak bekas buavita/ hydrcoco/susu ultra/ tehkotak / dlsbnya yakin bersih dan digunting rapi. Barulah kita bisa memulainya. Ini juga butuh keterampilan, ketelatenan, kesabaraan dan ketekunan. Kita dengan cermat memoles permukaan luar tetra pak dengan adonan. Lantas kita menjemurnya. Sampai 3 hari. Jika hujan kita harus mengangkatnya dan mengamankannya ke tempat teduh.
Sesudah kering, hasilnya baru ditempeli ornamen seperti bunga dan daun dari bubur kertas juga. Ingat juga ketika kita menghiasi wadah pensil itu dengan bunga dan daun yang kita cetak satu demi satu seharian lamanya. Lantas dibuat mengkilap dengana adonan lem putih cair, dan menjemurnya kembali.
Terus bu
, ide segar alias gagasan cemerlang, untuk sebuah karya, munculnya kan
tidak ujug-ujug. Tapi melewati berbagai
proses dan pemikiran dan penjelajahan seni yang
dalam. Harga sebuah seni, desain dan gagasan itu tidak murahan lho.Harga sebuah desain bisa mahal jatuhnya.
Nah, baik enerji /jasa manusia , waktu dan ide yang semestinya diberi harga, sering tidak dianggap oleh pembeli karya kerajinan tangan. Mereka hanya berpikir, bahan bakunya kan murah, hanya sampah? Lupa proses pengumpulan dan pembersihan sampah. Lupa bahwa ada modal berupa bahan mentah yang harus dibeli seperti lem dan enerji listrik.
Jadi bu, alangkah teganya orang yang tidak menghiraukan jerih payah karya kerajinan tangan…….Tak sedikit orang yang melirik sebelah mata pada hasil karya kerajinan tangan…,” rekan saya panjang lebar memberi penjelasan.
Nah, baik enerji /jasa manusia , waktu dan ide yang semestinya diberi harga, sering tidak dianggap oleh pembeli karya kerajinan tangan. Mereka hanya berpikir, bahan bakunya kan murah, hanya sampah? Lupa proses pengumpulan dan pembersihan sampah. Lupa bahwa ada modal berupa bahan mentah yang harus dibeli seperti lem dan enerji listrik.
Jadi bu, alangkah teganya orang yang tidak menghiraukan jerih payah karya kerajinan tangan…….Tak sedikit orang yang melirik sebelah mata pada hasil karya kerajinan tangan…,” rekan saya panjang lebar memberi penjelasan.
Saya terdiam mendengar ucapan teman baik saya itu. Sedikit termenung.
Setelah saya hitung, modal
lem, modal pewarna , … Kalau dihitung
harga modal bahan mentah per satuannya jatuhnya memang Rp 2.500. Tapi itu hanya modal bahannya
saja. Lantas dimana upah jerih payah untuk tenaga kami? Memangnya sebuah karya
tidak dihargai dari tenaga dan ide atau kreatifitasnya? Memangnya membuat karya kerajinan tidak perlu disemangati dengan rasa bahagia menerima imbalan atas jerih payah pengrajin?
Aduh, saya jadi ingat diri sendiri. Kalau belanja dulu kerap saya menawar kebangetan. Untungnya saya sering terhenyak kalau belanja ke orang kecil . Misalkan penjual buah dan sayuran gerobak. Kasihan kan, mereka menjajakan dagangan sampai blusukan, mencari nafkah, kok kalau saya mau beli minta ampun deh menawarnya? Berapa nafkah dan untung ia dapat dari berjalan kaki melintas jalan dan panas terik mentari? Paling hanya sedikit untung nya, itupun belum tentu bisa menutup modal.
Hikmahnya, saya jadi lebih empati kepada orang yang berjualan, tapi tidak mencari untung besar. Saya memilih membeli tanpa menawar murah kebangetan. Sebaliknya jika berjualan, saya juga perlu empati kepada konsumen atau pembeli, jagar tidak menjual mahal kebangetan dan menjual paksa kosumen.
Prinsipnya, saya ingin konsumen bahagia dengan barang yang saya jual, bukan membeli karena terpaksa atau karena rasa tidak enak. Ingin juga ia merasa membeli tidak kemahalan. Walaupun kerap mereka membeli dengan harga di bawah modal. Tak apalah, kalau untuk masa-masa promosi. Selanjutnya, semoga empati dan nurani mereka juga berjalan ya.....
Aduh, saya jadi ingat diri sendiri. Kalau belanja dulu kerap saya menawar kebangetan. Untungnya saya sering terhenyak kalau belanja ke orang kecil . Misalkan penjual buah dan sayuran gerobak. Kasihan kan, mereka menjajakan dagangan sampai blusukan, mencari nafkah, kok kalau saya mau beli minta ampun deh menawarnya? Berapa nafkah dan untung ia dapat dari berjalan kaki melintas jalan dan panas terik mentari? Paling hanya sedikit untung nya, itupun belum tentu bisa menutup modal.
Hikmahnya, saya jadi lebih empati kepada orang yang berjualan, tapi tidak mencari untung besar. Saya memilih membeli tanpa menawar murah kebangetan. Sebaliknya jika berjualan, saya juga perlu empati kepada konsumen atau pembeli, jagar tidak menjual mahal kebangetan dan menjual paksa kosumen.
Prinsipnya, saya ingin konsumen bahagia dengan barang yang saya jual, bukan membeli karena terpaksa atau karena rasa tidak enak. Ingin juga ia merasa membeli tidak kemahalan. Walaupun kerap mereka membeli dengan harga di bawah modal. Tak apalah, kalau untuk masa-masa promosi. Selanjutnya, semoga empati dan nurani mereka juga berjalan ya.....
Bukankah nilai suatu kreatifitas
alias desain tidaklah murahan. Belum
lagi tenaga untuk produksinya? Sayang, karya seni memang sering kurang diminati, karena hanya sebagai pajangan saja. Padahal pajangan dan keindahan bunga-bunga di sekitar kita, karya seni di sekitar kita, memberikan efek psikologis yang besar. Seperti rasa kebahagiaan dan memicu semangat bekerja dan bahagia.
Akhirnya, saya ikhlaskan ibu yang membeli karya saya sebanyak 2 buah, dengan harga Rp 2.500 tadi. Saya berharap ia bisa membahagiakan anaknya di rumah. Ah, ada – ada saja.
Lantas saya membatin, biarlah untuk pertama kali, saya
anggap itu bagian dari promosi saja. BTW saya berharap, kelak bisa menjual
karya kerajinan tangan dengan harga wajar.
Semoga para pembeli karya
kerajinan tangan memahami, bukan hanya
modal berbentuk bahan mentah saja, tapi tenaga
dan gagasan /ide itulah , yang juga pantas dihargai.
kerajinan dari limbah, kerajinan daur ulang bubur kertas, recycle handicraft |
kerajinan dari limbah, kerajinan daur ulang bubur kertas, recycle handicraft |
kerajinan dari limbah, dari kardus bekas, kerajinan daur ulang bubur kertas, recycle handicraft |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar